salam

selamat menikmati

Jumat, 14 Oktober 2011

LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN

Pengertian Filosofis
Filosofis atau filsafat adalah pandangan hidup manusia yang mendasari tingkah laku dalam berkehidupan. Secara tidak sadar dan tidak langsung manusia telah memiliki filsafat hidupnya masing-masing. Idealisme, animisme, profesionalisme, pluralisme, dan lain sebagainya adalah perwujudan dari filsafat hidup seseorang. Pandangan hidup yang dimiliki seseorang sangat mempengaruhi kehidupan seseorang sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi, baik dalam ekonomi, politik, maupun dalam pendidikan.

Hakikat Tuhan
Filsafat/filosofi hidup seseorang yang paling mendasar adalah pendangannya terhadap tuhan,
dan eksistensinya. Dalam hal ini filsafat hidup terbagi menjadi dua golongan, yaitu paham barat dan paham islam.
Dalam paham barat, filsafat hidup yang ada berasal dari pemikiran manusia (akal manusia). Menurut Kant, keberadaan Tuhan itu Antinomi. Keberadaan Tuhan sama porsinya dengan ruang dan waktu. Jika didefinisikan, waktu adalah masa di mana tempat makhluk itu hidup, atau jarak antara dua kejadian. Sedangkan ruang merupakan jarak antara dua benda. Ruang dan waktu adalah sesuatu yang tak terbatas, mengkaji ruang dan waktu tidak ada ujungnya, jika demikian kedudukannya sama dengan Tuhan. Istilah “Antinomi”, apabila sesuatu itu bisa dibuktikan dengan argumen yang sama kuatnya. Kant berkata “Berikan sekeranjang argumen tentang keberadaan Tuhan, maka aku akan membawa sekeranjang argumen tentang ketidakberadaan Tuhan”, argumen tentang filsafat Barat dan islam jika dipahami secara falsafi akan memiliki argumen yang keduanya sama kuat.
Sementara dalam konsep Islam, pemikiran manusia dirujukkan kembali kepada Al Quran dan sunnah. Dalam filosofi islam, ruang itu adalah makhluk, waktu juga merupakan makhluk, posisinya sejajar dengan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Sehingga ruang dan waktu dikendalikan oleh sang Khaliq, dan setiap makhluk harus tunduk terhadap aturan baku dari sang Khaliq. Artinya, kedudukan Tuhan lebih tinggi daripada ruang dan waktu.
 Hakikat manusia
Begitu pun tentang hakikat manusia. Menurut filsafat barat, konsep manusia itu ada dua “hayawan dan natiq” dengan kata lain jasmani dan rohani. Menurut Aristoteles manusia itu “Human Rationale” artinya manusia  yang punya pikir. Menurut Socrates manusia itu “Animal Rationale” manusia yang punya  akal untuk berpikir. Kita tahu, akal disimpan di kepala, lalu rohani di mana? Adakah wujud rohani? Dalam filsafat barat tidak dipelajari karena sulit dipahami. Karena rohani hanya bisa dipelajari dalam agama, dan rohani juga hanya bisa dipelajari dengan akal. Sehingga bisa dipahami menurut agama dan tidak dalam filsafat.
Dalam konsep Islam, wujud manusia itu ada tiga “Hawayan, Natiq dan Akal”  ibaratnya manusia itu segitiga sama kaki. Ada tiga komponen dalam diri manusia yang  harus dikembangkan secara proporsional, artinya harus sesuai dengan kebutuhan dari  masing-masing komponen atau sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan dari  manusia itu sendiri. Menurut Shri Krishna Saksena mantan ketua departemen of philosophy di Hindu College, Delhi, mengawali tulisan beliau berjudul ”Kedudukan filsafat desawa ini” (E. Saefuddin, 1987 ; 107) dikatakan bahwa: Pengetahuan filsafat tidak menghasilkan keyakinan oleh karena alat filsafat untuk tugas tersebut tidak mencukupi. Satu-satunya alat yang dipergunakan oleh filsafat ialah akal. Sedangkan akal merupakan hanya satu bagian dari rohani manusia dan tidaklah mungkin tuan mengerti suatu keseluruhan dengan suatu bagian. Tuan akan bertanya kepada saya, ”Jika seandainya akal bukan merupakan alat filsafat yang tepat, alat apakah yang mesti dipergunakan ? juga terdapat banyak kesulitan dengan intuisi”. Jawaban saya terhadapnya ialah keseluruhan kebenaran bisa diketahui dengan keseluruhan rohani manusia – perasaaannya, akalnya, intuisinya, pikirannya, nalurinya, pendeknya seluruh kehadirannya. Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa keseluruhan kebenaran tidak selamanya menggunakan akal, akan tetapi keseluruhan kebenaran bisa diketahui dengan keseluruhan rohani manusia-perasaannya, akalnya, intuisinya, pikirannya, nalurinya, pendeknya seluruh kehadirannya. Imam Bukhori Muslim mengatakan ”Ad –dinu huwal ’aqlu laa diina liman laa ’aqla lahu”. Yang artinya Agama itu adalah akal, tiada agama bagi yang tidak berakal. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang diberikan kelebihan dari makhluk lainnya yaitu akal, akan tetapi akal dalam kontek penggunaannya oleh manusia ada yang bersifat positif dan negatif, disinilah letak peranan pendidikan dalam membina manusia dalam hidup dan penghidupannya.  
Kembali ke hakikat manusia, manusia itu apa? Hewan itu apa? Bagaimana dengan malaikat? Konsekuensinya dari ketiga komponen terhadap filsafat pendidikan itu apa? Apakah malaikat berakal? Memahami malaikat tidak bisa dijawab dengan akal saja, karena merupakan sesuatu hal yang spekulatif yang harus diyakini dengan hati dan agama. Dalam filsafat ada senjata bagi orang untuk berargumen, sehingga filsafat bisa diterima banyak orang. Karena dengan logika filosof bisa berkomunikasi tanpa data, tetapi punya ukuran atau acuan. Dengan berpikir merupakan kunci “berlogika” dan “akal” sebagai alat untuk berpikir secara logis artinya berpikir yang masuk akal.
Begitu pula berpikir tentang hakikat manusia, di mana manusia adalah makhluk yang ada jasmani, rohani dan akal, yaitu makhluk yang punya pemikiran yang masuk akal. Jika manusia itu jasmani, rohani dan akal, inti dari diri manusia itu apa? Jika ketiga komponen itu inti, membuktikan bahwa manusia itu sudah dididik. Jika intinya satu maka manusia akan mudah dididik.
Jadi yang paling hakiki dari manusia itu adalah “Rohani”. Sehingga bisa fokus dalam pendidikan. Logikanya inti itu harus mendapat pendidikan lebih dulu, sehingga inti yang lain mengikuti sesuai dengan porsinya. Kita sadar kinerja rohani lebih diutamakan. Segala ide dan perbuatan tergantung kepada kinerja rohani. Dalam dunia sufi ada “qolbu” yang menggerakkan setiap gerak-gerik manusia.

Pendidikan
Pendidikan sebagai ilmu bersifat multidimensional baik dari segi filsafat (epistemologis, aksiologis, dan ontologis) maupun secara ilmiah. Teori yang dianut dalam sebuah praktek pendidikan sangat penting, karena pendidikan menyangkut pembentukan generasi dan semestinya harus dapat dipertanggungjawabkan. Proses pendidikan merupakan upaya mewujudkan nilai bagi peserta didik dan pendidik, sehingga unsur manusia yang dididik dan memerlukan pendidikan dapat menghayati nilai-nilai agar mampu menata perilaku serta pribadi sebagaimana mestinya. Sebagai contoh, dalam wacana keindonesiaan pendidikan semestinya berakar dari konteks budaya dan karakteristik masyarakat Indonesia, dan untuk kebutuhan masyarakat Indonesia yang terus berubah. Menurut Kusuma (2007), hal ini berarti bahwa sebaiknya pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial dan moral.
Landasan filosofis pendidikan
Filasat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang pendidikan, karena filsafat pendidikan adalah bagian dari filsafat yaitu berpikir tentang sesuatu yang tidak ada data empirisnya. Dalam filsafat pendidikan dibicarakan tentang hakikat manusia,
Belajar tentang manusia di pendidikan sama halnya dengan belajar tentang hakikat manusia itu sendiri. Bagi kita konsep Islam lebih tepat dan sesuai dengan filsafat manusia itu sendiri dan sesuai dengan falsafah hidup umat muslim. Ada tiga hal yang sangat esensial dalam konsep ini:  Rohani adalah sesuatu yang  akan kembali ke Tuhan dan akan diminta pertanggungjawabannya kelak nanti di akhirat.  Sementara Jasmani sesuatu yang berwujud fisik, itu berada dalam tanah dan akal ada di  kepala sebagai suatu kelebihan manusia dari makhluk lain sebagai ciptaan Tuhan.
Meskipun Imanuel Kant meyakini bahwa rohani sulit dijelaskan, karena dalam manusia ada instansi lain yaitu “rohani” yang sulit dijelaskan seperti halnya malaikat. Karena dalam Islam malaikat bisa diyakini dengan hati dalam agama. Sementara filsafat tidak meyakini adanya akal untuk berpikir dalam meyakini adanya sesuatu hal yang sifatnya gaib atau supranatural. Manusia sebagai wujud dari komponen Jasmani, Rohani, dan Akal merupakan makhluk yang memiliki pemikiran yang masuk akal. Karena manusia memiliki tiga inti yang harus dipersiapkan untuk dididik. Dalam Islam tiga hal yang esensial merupakan modal utama dalam mempersiapkan manusia yang sempurna dunia akhirat. Hal yang sangat mendasar dalam mempersiapkan manusia yang sempurna menurut konsep Islam adalah “Pendidikan”. Dengan pendidikan manusia menjadi sadar akan fungsi dan tugas dirinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan, sehingga faham tentang hakikat hidup. Adanya pendidikan, mendorong manusia untuk menggunakan akal, berpikir secara logis, meyakini segala sesuatu yang berasal dari Tuhan. Dengan rohani manusia memiliki rasa peka, empati dan yakin terhadap kebenaran. Logikanya “rohani” merupakan inti yang paling tepat untuk didahulukan dalam mendapatkan pendidikan.

Kesimpulan
Sangat menarik jika berbicara mengenai landasan filosofi pendidikan . Filosofi pendidikan tidak terlepas dari filsafat ilmu dan sangat dipengaruhi oleh filsafat hidup. Berbicara tentang filsafat hidup akan mengacu kepada hakikat keberadaan tuhan dan manusia. Kesadaran manusia terhadap dirinya sendiri serta keberadaannya akan mempermudah manusia untuk memperoleh dan menerima pendidikan. Artinya kesadaran manusia terhadap tuhan, manusia, dan eksistensinya dalam kehidupan merupakan landasan filosofis pendidikan.

Sumber:
http://www.docstoc.com/docs/8511480/Landasan-Filsafat-Pendidikan
http://mahmuddin.wordpress.com/2009/10/19/landasan-filosofi-pendidikan-pengantar/
http://www.scribd.com/doc/6646921/Landasan-Filosofis-Pendidikan-Damai
http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_11.html
http://www.idonbiu.com/2009/05/landasan-filosofis-pendidikan-umum.html
http://a2i3s-c0ol.blogspot.com/2008/06/landasan-filosofis-pendidikan-dasar.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar